Makna kemerdekaan di era globalisasi bukanlah berarti suatu kemandirian total. Hakekat kemerdekaan di era globalisasi adalah suatu kapasitas yang mandiri yang dimiliki oleh suatu bangsa dalam membina keterbukaan dengan bangsa-bangsa lain didunia, berdasarkan prinsip saling melengkapi atau komplementasi, yang saling menguntungkan. Untuk dapat menjalankan prinsip komplementasi yang saling menguntungkan tersebut, maka suatu bangsa dituntut untuk memiliki daya saing atau competitiveness. Parameter daya saing inilah yang selanjutnya berperan penting dalam menentukan setiap dinamika kehidupan berbangsa.
Sejalan dengan hal itu, maka kemandirian dan martabat suatu bangsa di era globalisasi akan sangat ditentukan oleh kapasitas bangsa tersebut dalam membina dan mengembangkan suatu pranata ekonomi dan sosial-politik yang menunjang peningkatan daya saing secara terus menerus. Bangsa yang berhasil di era milenium ini adalah bangsa dengan kapasitas daya saing tinggi, yang rakyatnya memiliki kapasitas berpikir yang cerdas, kemampuan imajinasi dan kreasi yang tak terbatas dan mental yang robust atau tahan banting. Bangsa dengan kualitas yang seperti itulah yang akan sanggup berevolusi di era milenium ini dan di masa depan.
Sebaliknya tanpa adanya kapasitas daya saing yang tinggi, maka bangsa tersebut tidak akan mampu memberikan komplementasi yang berarti pada sistem sivilisasi global dan memberikan peran pada sektor-sektor ekonomi yang bernilai tambah tinggi. Bangsa yang demikian, walaupun sarat dengan sumber daya alam akan tergusur dan hanya mampu mengembangkan sektor ekonomi dengan nilai tambah rendah, lingkungan yang semakin rusak dan secara budaya akan terjajah.
Tanpa adanya upaya dan komitmen bagi suatu bangsa untuk meningkatkan daya saingnya, maka kita sangat berisiko menjadi bangsa yang termarginalkan di era kompetisi global. Lemahnya daya saing suatu bangsa akan mengakibatkan rentannya kemandirian bangsa tersebut karena akan terjebak pada dua perangkap globalisasi atau globalisation trap yaitu perangkap teknologi atau technology trapdan perangkap budaya atau culture trap. Kedua perangkap ini umumnya dengan cepat dapat dialami oleh suatu bangsa dengan karakter yang lemah. Sebagai misal perangkap teknologi akan menjebak sebuah bangsa untuk membangun industri yang hanya berbasiskan pada lisensi atau re-alokasi pabrik tanpa adanya pembinaan kapabilitas teknologi, sehingga bangsa tersebut, meskipun tampaknya dapat memfabrikasi berbagai produk, namun esensinya proses fabrikasi itu sebenarnya hanya dilakukan pada tahapan yang relatif tidak atau kurang penting. Adapun tahapan dari proses yang lebih penting (atau sangat penting) dari proses fabrikasi tersebut masih dikuasai oleh negara asing. Sehingga pada akhirnya bangsa yang demikian aktifitas industrinya akan sangat bergantung dengan entitas asing.
Adapun perangkap budaya umumnya adalah dalam bentuk intervensi tata nilai unsur-unsur asing kepada budaya lokal suatu bangsa. Hal ini sangat dimungkinkan sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi serta transportasi yang menjadikan interaksi antar manusia menjadi semakin intensif. Teknologi komputer-jaringan atau internet saat ini telah menjadikan transaksi informasi menjadi sangat mudah. Namun, terkadang amalgamasi atau penggabungan antara tata nilai budaya yang berbeda malah menghasilkan jenis budaya baru yang tidak relevan dengan adat istiadat dasar dari bangsa tersebut. Bahkan sering akhirnya bersifat counter-productive pada pembangunan bangsa yang bersangkutan. Dalam kasus Indonesia, misalnya intervensi budaya hedonistik dan materialis berpotensi untuk melunturkan nilai-nilai budaya dasar Indonesia yaitu kekeluargaan dan relijius.
Kedua perangkap yang diulas diatas, haruslah dijadikan sebagai tantangan yang perlu diwaspadai dalam membangun bangsa di era global. Unsur yang sangat penting dalam memperkuat jati diri bangsa dalam menghadapi kedua perangkap tersebut adalah terus menumbuhkembangkan karakter unggul yang dimiliki oleh bangsa ini dan telah dibuktikan aktualisasinya oleh para pendiri bangsa ketika memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sekarang ini setelah 62 tahun merdeka, harus diakui bahwa bangsa Indonesia telah mengalami berbagai dinamika proses transformasi karakter bangsa. Dalam kurun waktu tersebut telah cukup banyak dicapai berbagai hasil pembangunan walaupun harus diakui masih banyak beberapa kekurangan yang perlu ditingkatkan pencapaiannya khususnya terkait dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat.
Bangsa kita saat ini dihadapkan pada sejumlah paradoks terkait dengan pembangunan karakter bangsa. Di satu pihak, pembangunan bangsa ini telah mencatat sejumlah prestasi, seperti pertumbuhan ekonomi yang membaik dan hampir mencapai target 6% di tahun 2007 ini, kuota ekspor yang terus meningkat, cadangan devisa yang semakin besar dan jumlah penduduk miskin juga telah semakin berkurang. Namun di pihak lain, kita masih menghadapi sejumlah fenomena seperti kasus korupsi, saling memfitnah dalam kehidupan bernegara dan sejumlah ekses lain yang tidak mencerminkan sifat-sifat karakter unggul yang telah pernah dicontohkan oleh para pendiri bangsa ini.
Oleh karena itu merombak tatanan suatu bangsa di era globalisasi tidak cukup hanya dengan menjadikan masyarakat bangsa tersebut berada dalam tatanan pola kehidupan demokratis yang menghilangkan batas etnis, pluralitas budaya dan heterogenitas politik, akan tetapi di era knowledge based economy dituntut adanya hal yang lebih dari itu, yakni suatu tatanan masyarakat demokratis yang terus melakukan pembelajaran atau learning society dalam upaya untuk mencapai suatu peningkatan kapasitas pengetahuan yang kontinyu sehingga akan terbentuk suatu masyarakat madani yang berdaya saing ataucompetitive civil society. Inilah bentuk masyarakat yang mendukung untuk tercapainya kemandirian dan peningkatan martabat bangsa.
Makna kemerdekaan dari perspektif pembinaan karakter bangsa adalah ketika suatu bangsa sanggup membentuk masyarakat madani yang berdaya saing. Dan hal itu dapat dilakukan berdasarkan pada dua prinsip. Prinsip yang pertama adalah mengutamakan pemberdayaan karakter bangsa terutama kaum mudanya agar menjadi individu yang kreatif. Dan prinsip yang kedua adalah menciptakan suatu tatanan pembangunan nasional yang bersifatinnovation-led development. Atau pembangunan yang berkarakter, yaitu pembangunan yang tidak sekedar mengutamakan aspek fisik belaka, akan tetapi juga menonjolkan aspek pembentukan tata nilai atau value creating sehingga akan memacu terjadinya stimulasi pembentukan karakter yang positif.
Mekanisme Institusional dan Pembinaan Bangsa
Salah satu contoh dimana bangsa ini masih memiliki karakter unggul adalah kenyataan bahwa sejumlah anak-anak didik kita meraih prestasi gemilang dengan menjadi juara dunia olimpiade fisika. Sebuah prestasi yang secara implisit memberikan arti penting bahwasanya bangsa Indonesia juga memiliki kemampuan pola pikirlogic yang unggul dan setara dengan bangsa-bangsa besar di dunia. Catatan prestasi ini juga bukti empiris bahwasanya masih ada komponen bangsa yang tidak malas dan memiliki karakter kerja keras serta sikap bersaing untuk selalu menjadi yang terbaik di era kompetisi inovasi global atau global innovation race. Anak-anak muda kita yang berprestasi ini jelas merupakan produk institusional bidang pendidikan. Sehingga menjadi jelas bagi kita, bahwasanya untuk pembangunan karakter bangsa maka mekanisme institusional memiliki peran yang sangat penting.
Tanpa adanya mekanisme institusional yang kuat, maka akan berpotensi untuk
gagalnya suatu induksi positif dari karakter bangsa yang baik, kepada
kanal-kanal komponen bangsa lainnya, sehingga karakter positif tersebut tidak
dapat di transmisikan ke seluruh denyut pembangunan.
Apabila kelemahan mekanisme institusional ini dibiarkan maka akan
mengakibatkan erosi dari karakter positif bangsa menuju pada tata nilai yang
tidak membangun atau counter-productive. Misalnya, lemahnya
mekanisme institusional pada pembangunan karakter bangsa akan mempersulit
adanya induksi mentalitas bersaing dari para juara olimpiade fisika kepada
komponen bangsa lainnya, sehingga para juara olimpiade fisika ini malah
mengalami reduksi kapasitas pengetahuan ketika berinteraksi dengan komponen
bangsa lainnya.
Pendidikan sebagai mekanisme institusional yang akan mengakselerasi
pembinaan karakter bangsa juga berfungsi sebagai arena untuk mencapai tiga hal
prinsipil dalam pembinaan karakter bangsa yaitu:
Hal pertama adalah pendidikan sebagai arena untuk re-aktifasi sejumlah
karakter luhur bangsa Indonesia. Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa
besar yang memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik, semangat
kerja keras serta berani menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan Nusantara di
masa lampau adalah bukti keberhasilan kita membangun karakter yang mencetak
tatanan masyarakat maju, berbudaya dan berpengaruh.
Bahkan sampai di era 40-an dan 50-an kita pernah bangga menjadi bangsa
Indonesia. Dunia mencatat, bahwa di akhir tahun 40-an, Indonesia adalah salah
sat u dari sedikit negara yang merdeka dengan perjuangan berat. Kemudian di
tahun 50-an kita pernah bangga sebagai bangsa yang menjadi pusat perhatian
dunia ketika kita menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung.
Sampai dengan tahun 70-an dunia pendidikan tinggi kita masih bisa
berbangga, karena menjadi tempat berguru dari sejumlah mahasiswa dan kaum
intelektual mancanegara. Memang kita tidak boleh terlena dengan kejayaan masa
lampau, akan tetapi menjadikannya sebagai dorongan untuk peningkatan motivasi
dan semangat dalam menapak masa depan merupakan satu hal yang diperlukan dalam
rangka memupuk mentalitas positif yang harus kita perjuangkan untuk dapat
dibangkitkan kembali.
Hal kedua adalah pendidikan sebagai sarana untuk membangkitkan suatu
karakter bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan sekaligus memobilisasi
potensi domestik untuk peningkatan daya saing bangsa. Untuk yang kedua ini maka
perkenankan saya menyampaikan dua karakter penting yakni karakter kompetitif
dan karakter inovatif.
Karakter kompetitif memiliki esensi sebuah mentalitas dan watak yang
mendorong adanya semangat belajar yang tinggi. Pembudayaan karakter ini akan
mendorong minat untuk terus melakukan pembelajaran dalam memahami sekaligus
mengatasi persoalan yang dihadapi. Karakter kompetitif adalah antagonis atau
lawan dari instan, karena karakter kompetitif akan mendorong adanya upaya
perbaikan secara terus menerus dan bertahap ketika menghadapi persaingan yang
semakin berat. Dalam kenyataannya, hanya dengan karakter kompetitiflah suatu
bangsa dapat mempertahankan keunggulan daya saingnya. Bahkan di eraknowledge
based economy, dengan karakter kompetitiflah, suatu bangsa mempertahankan
eksistensinya sebagai bangsa yang merdeka.
Karakter inovatif adalah watak dan mentalitas yang selalu mendorong
individu dalam melakukan inovasi-inovasi baru pada berbagai hal. Pada
hakekatnya inovasi hanya dapat diciptakan setelah melalui serangkaian proses
belajar secara kolektif, atau lazim dikenal denganlearning curve. Bangsa
yang maju dan modern memiliki sejumlahlearning curve yang dapat
menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya proses inovasi. Mentalitas inovasi
tidak lepas dari proses belajar, termasuk belajar dari kesalahan dan kegagalan
di masa lalu.
Hal ketiga adalah pendidikan sebagai sarana untuk menginternalisasikan
kedua aspek diatas yakni re-aktifasi sukses budaya masa lampau dan karakter
inovatif serta kompetitif, ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan
program pembangunan. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted
efforts dari seluruh masyarakat dan pemerintah.
Maka membangun karakter bangsa untuk mencapai kemandirian, harus diarahkan
pada perbaikan dan penyempurnaan mekanisme institusional. Untuk melakukan
penyempurnaan mekanisme institusional ini, maka pemerintah telah memberikan
perhatian besar dalam pengembangan dunia pendidikan nasional. Pendidikan yang
baik dan produktif merupakan sarana paling efektif untuk membina dan
menumbuhkembangkan karakter bangsa yang positif. Di samping juga peran
pendidikan dalam meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan
masyarakat, yang dapat mengantarkan bangsa kita mencapai kemakmuran.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah telah menetapkan bidang
pendidikan sebagai agenda penting dalam pembangunan nasional, sekaligus menjadi
prioritas utama dalam rencana kerja pemerintah. Komitmen pemerintah ini
ditunjukkan dengan alokasi anggaran yang cukup besar untuk pembangunan sektor
pendidikan.
1. PAHAM
KEBANGSAAN,RASA KEBANGSAAN, SEMANGAT KEBANGSAAN
Dengan paham kebangsaanlah kita bisa merasakan semangat “semua buat semua”.
Dengan paham kebangsaan, kita menjadi memiliki kesetaraan di depan hukum dan
pemerintahan (equality before the law) tanpa harus mengalami diskriminasi
lantaran perbedaan latar belakang primordial atau ikatan sempit seperti suku,
agama, ras, atau kedaerahan.
Di sini kebangsaan bukan sesuatu yang menegasikan keberagaman kita sebagai bangsa, namun justru mengayomi keserbamajemukan itu ke dalam wadah yang satu: yakni bangsa Indonesia.
Secara historis, paham kebangsaan telah terbukti mampu mentransformasikan kesadaran kita dari yang awalnya bersifat sempit berdasar kesukuan atau keagamaan, menjadi kesadaran nasional, kesadaran akan keindonesiaan. Sebelum spirit kebangsaan Indonesia muncul, yang lebih dulu mengemuka adalah spirit berdasar suku, agama, atau kedaerahan. Misalnya dalam bentuk Jong Java, Jong Ambon, Jong Islam, Jong Sumatera, dan sebagainya. Baru kemudian, seiring meluasnya pengaruh Budi Utomo pada 1908, Sarekat Islam (SI) pada 1911, dan Pergerakan Indonesia (Indonesische Vereniging) pada 1921, maka embrio spirit kebangsaan yang bersifat nasional muncul ke permukaan. (Patut diingat: meski BU lebih ke Jawa dan SI merupakan gerakan Islam, tapi amat berperan dalam persemaian ide kebangsaan Indonesia). Ini kemudian melahirkan Sumpah Pemuda pada 1928 yang secara eksplisit mengemukakan semangat kebangsaan Indonesia. Dari sini akhirnya bermuara pada lahirnya negara kebangsaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Di sini kebangsaan bukan sesuatu yang menegasikan keberagaman kita sebagai bangsa, namun justru mengayomi keserbamajemukan itu ke dalam wadah yang satu: yakni bangsa Indonesia.
Secara historis, paham kebangsaan telah terbukti mampu mentransformasikan kesadaran kita dari yang awalnya bersifat sempit berdasar kesukuan atau keagamaan, menjadi kesadaran nasional, kesadaran akan keindonesiaan. Sebelum spirit kebangsaan Indonesia muncul, yang lebih dulu mengemuka adalah spirit berdasar suku, agama, atau kedaerahan. Misalnya dalam bentuk Jong Java, Jong Ambon, Jong Islam, Jong Sumatera, dan sebagainya. Baru kemudian, seiring meluasnya pengaruh Budi Utomo pada 1908, Sarekat Islam (SI) pada 1911, dan Pergerakan Indonesia (Indonesische Vereniging) pada 1921, maka embrio spirit kebangsaan yang bersifat nasional muncul ke permukaan. (Patut diingat: meski BU lebih ke Jawa dan SI merupakan gerakan Islam, tapi amat berperan dalam persemaian ide kebangsaan Indonesia). Ini kemudian melahirkan Sumpah Pemuda pada 1928 yang secara eksplisit mengemukakan semangat kebangsaan Indonesia. Dari sini akhirnya bermuara pada lahirnya negara kebangsaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Rasa Kebangsaan
Rasa kebangsaan adalah salah satu bentuk
rasa cinta yang melahirkan jiwa kebersamaan pemiliknya. Untuk satu tujuan yang
sama, mereka membentuk lagu, bendera, dan lambang. Untuk lagu ditimpali dengan
genderang yang berpengaruh dan trompet yang mendayu-dayu sehingga lahirlah
berbagai rasa. Untuk bendera dan lambang dibuat bentuk serta warna yang menjadi
cermin budaya bangsa sehingga menimbulkan pembelaan yang besar dari pemiliknya.
Dalam kebangsaan kita mengenal adanya ras,
bahasa, agama, batas wilayah, budaya dan lain-lain. Tetapi ada pula negara dan
bangsa yang terbentuk sendiri dari berbagai ras, bahasa, agama, serta budaya.
Rasa kebangsaan sebenarnya merupakan sublimasi dari Sumpah Pemuda yang
menyatukan tekad menjadi bangsa yang kuat, dihormati, dan disegani di antara
bangsa-bangsa di dunia.
Wawasan Nusantara dalam kehidupan nasional
yang mencakup kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan
harus tercermin dalam pola pikir, pola sikap, serta pola tindak yang senantiasa
mengutamakan kepentingan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI )
di atas kepentingan pribadi atau golongan.
Wawasan Nusantara menjadi nilai yang
menjiwai segenap peraturan perundang-undangan yang berlaku pada setiap strata
di seluruh wilayah negara, sehingga menggambarkan sikap dan prilaku, paham,
serta semangat kebangsaan atau nasionalisme yang tinggi merupakan identitas
atau jati diri bangsa Indonesia.
Ikatan niai-nilai kebangsaan yang selama
ini terpatri kuat dalam kehidupan bangsa Indonesia yang merupakan
pengejawantahan dari rasa cinta tanah air, bela negara, serta semangat
patriotisme bangsa mulai luntur dan longgar bahkan hampir sirna. Nilai-nilai
budaya gotong royong, kesediaan untuk saling menghargai, dan saling menghormati
perbedaan, serta kerelaan berkorban untuk kepentingan bangsa yang dahulu
melekat kuat dalam sanubari masyarakat yang dikenal dengan semangat
kebangsaannya sangat kental terasa makin menipis.
Semangat Kebangsaan
Pengertian semangat
kebangsaan atau nasionalisme, merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa
kebangsaan dan paham kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi,
kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan
dapat dielakkan. Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan
sosial, semangat rela berkorban, dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa
kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa.
Semangat rela berkorban adalah kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang
besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk
merdeka. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, selain memiliki
semangat rela berkorban, juga harus didukung dengan jiwa patriotik yang tinggi.
Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, manakala orang tersebut tahu
untuk apa mereka berkorban.
2. WAWASAN
KEBANGSAAN
Setiap orang tentu memiliki rasa
kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling
tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti
sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau
resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan bisa
timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri
kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang
berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya.
Rasa kebangsanaan adalah kesadaran
berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan
sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa
lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini.
Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang
menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana
suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas.
Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan
atau semangat patriotisme.
Wawasan kebangsaan mengandung pula
tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku
sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh
sebagai penjelmaan kepribadiannya.
Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu
bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang mempersatukan dan memberi dasar
keberadaan (raison d’entre) bangsa-bangsa di dunia. Dengan
demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada dalam diri
bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsa-bangsa lain.
Bagaimana pun konsep kebangsaan itu dinamis adanya. Dalam kedinamisannya,
antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa lainnya saling
berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan budaya dan kemudian
bermetamorfosa dalam campuran budaya dan sintesanya, maka derajat kebangsaan
suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam
paham kebangsaan
3. WAWASAN NUSANTARA
Setiap bangsa mempunyai wawasan nasional
(national outlook) yang merupakanvisi bangsa yang bersangkutan meneju ke masa
depan. Adapun wawasan nasionalbangsa Indonesia di kenal dengan Wawasan
Nusantara. Istilah wawasan nusantaraterdiri dari dua buah kata yakni wawasan
dan nusantara. Wawasan berasal dari kata‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan
atau penglihatan inderawi. Akar kata inimembentuk kata ‘mawas’ yang berarti
memandang, meninjau atau melihat. Sehinggawawasan dapat berarti cara pandang,
cara meninjau, atau cara melihat. SedangkanNusantara berasal dari kata ‘nusa’
yang berarti pulau – pulau, dan ‘antara’ yang berartidiapit di antara dua hal
(dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia serta duasamudera yakni
samudera Pasifik dan samudera Hindia). Berdasarkan teori-teoritentang wawasan,
latar belakang falsafah pancasila, latar belakang pemikiran aspekkewilayahan,
aspek sosial budaya, dan aspek kesejarahan, terbetuklah satu wawasannasional
indonesia yang disebut wawasan nusantara dengan rumusan pengertian yangsampai
ini berkembang sebagai berikut:
1.Pengertian wawasan nusantara berdasarkan ketetapan majelis
permusyawarahanrakyat tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN adalah sebagai berikut:
wawasannusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila
danberdasarkan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesiamengenai
diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa
serta kesatuan wilayah dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
2. Pengertian wawasan nusantara menurut prof. Dr. Wan usman (Ketua Program
S-2PKN – UI ) “wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa indonesia
mengenaidiri dan tanah airnya sebagai negara kepulauan dengan semua aspek
kehidupanyang beragam.”. Hal tersebut disampaikannya saat lokakarya wawsan
nusantaradan ketahanan nasional di Lemhanas pada Januari 2000. Ia juga
menjelaskanbahwa wawasan nusantara merupakan geopolitik indonesia.
3. Pengertian wawasan nusantara, menurut kelompok kerja wawasan nusantara,
yangdiusulkan menjadi ketetapan majelis permusyawaratan rakyat dan dibuat
diLemhanas tahun 1999 adalah sebagai berikut: “cara pandang dan sikap
bangsaindonesia mengenai diri dan lingkungannya yang berseragam dan bernilai
strategisdengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan
wilayahdalam menyelengarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegarauntuk mencapai tujuan nasional.” Secara umum wawasan nasional berarti
carapandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari
dasarfalsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi
geografinegaranya untuk mencapai tujuan atau cita – cita nasionalnya. Sedangkan
arti dariwawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonesia tentang diri
danlingkungannya berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta sesuai dengan
geografiwilayah nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan
atau cita – cita nasionalnya. Dengan demikian wawasan nusantara berperan
untukmembimbing bangsa Indonesia dalam penyelengaraan kehidupannya serta
sebagairambu – rambu dalam perjuanagan mengisi kemerdekaan. Wawasan
nusantarasebagai cara pandang juga mengajarkan bagaimana pentingnya
membinapersatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan
negaradalam mencapai tujuan dan cita – citanya
4. PERAN MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI
KONDISI NEGARA
Kondisi negara RI saat ini sudah sangat memprihatinkan, contohnya di
pemerintahan saat ini banyak pejabat kita yang melakukan korupsi, terjadi suap
menyuap antar antar institusi pemerintahan, dan lain sebagainya. Di bidang
keamanan, saat ini banyak terjadi perampokan, ancaman terorisme, konflik di
perbatasan Indonesia, perang antar suku. Dan hal-hal lainnya, misalnya bencana
kian silih terjadi di seluruh pelosok negeri. Dan masih banyak hal lainnya yang
mungkin belum saya ketahui. Nah, dalam kondisi negara yang sedang kacau ini
peran mahasiswa sangat diperlukan.
Dalam menanggapi peranan mahasiswa dalam menganggulangi kondisi RI,
sebenarnya banyak sekali peran yang dapat dilakukan. Mahasiswa selalu menjadi
bagian dari perjalanan sebuah bangsa, baik sebagai pelopor, penggerak bahkan
sebagai pengambil keputusan. Mahasiswa itu mempunyai pemikiran yang kritis terhadap
masalah yang ada disekitar, mengangkat realita sosial yang terjadi di
masyarakat, dan bisa juga memperjuangkan aspirasi masyarakat. Secara umum peran
mahasiswa antara lain, sebagai penyampai kebenaran, sebagai agen perubahan, dan
yang paling utama sebagai generasi penerus bangsa.
Mahasiswa dituntut supaya bisa mengikuti perkembangan zaman, mempunyai sikap kritis terhadap lingkungan, mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi, dan masih banyak lainnya. Kita sebagai mahasiswa jangan hanya sekedar menjadi pelajar, tetapi kita harus bisa mengembangkan potensi diri kita, mengembangkan jiwa sosial, dan juga kemampuan softskill dan hardskill. Dan yang paling utama yaitu mahasiswa harus bisa membawa negara ini kedalam perubahan yang lebih baik.
Mahasiswa dituntut supaya bisa mengikuti perkembangan zaman, mempunyai sikap kritis terhadap lingkungan, mempunyai rasa nasionalisme yang tinggi, dan masih banyak lainnya. Kita sebagai mahasiswa jangan hanya sekedar menjadi pelajar, tetapi kita harus bisa mengembangkan potensi diri kita, mengembangkan jiwa sosial, dan juga kemampuan softskill dan hardskill. Dan yang paling utama yaitu mahasiswa harus bisa membawa negara ini kedalam perubahan yang lebih baik.
5.TINDAKAN UNTUK MENGATASI TINDAKAN
MAHASISWA YANG MERUGIKAN DALAM
LINGKUNGAN KAMPUS
Akhir-akhir ini nama mahasiswa sering muncul di pemberitaan media. Akan
tetapi kebanyakan pemberitaan tersebut mengarah pada kejelekan mahasiswa,
contohnya saja seperti tawuran, demo yang berakhir ricuh, anarkisme para
mahasiswa, dan lain sebagainya. Hal itu sangat mencoreng citra para mahasiswa
di mata masyarakat.
Hal ini dapat diranggulangi dengan diadakannya kegiatan – kegiatan yang
memberikan niai positifsalah satunya adalah aktif dalam kegiatan himpunan
jurusan masing masing
SUMBER :