a) Hak dan Kewajiban Warga
Negara dalam UUD 1945 Pasal 30.
A. Pengertian Hak dan Kewajiban.
Hak adalah sesuatu
yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita
sendiri.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Contoh : hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari dosen dan sebagainya.
Kewajiban adalah Sesuatu yang
harus dilakukan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
Contoh : melaksanakan tata tertib di kampus, melaksanakan tugas yang diberikan dosen dengan sebaik baiknya dan sebagainya.
B. Hak dan Kewajiban dalam UUD
1945 Pasal 30.
Di
tegaskan bahwa tiap – tiap warga Negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan dan keamanan Negara. Usaha pertahanan dan keamanan Negara
dilaksanakan melalui system pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,sebagai kekuatan
utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. Susunan dan kedudukan Tentara
Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia di dalam menjalankan
tugasnya, syarat –syarat keikutsertaan warga Negara dalam usaha pertahanan dan
keamanan Negara, serta hal – hal yang terkait dengan pertahanan dan keamanan
diatur dengan undang –undang.
Undang-Undang
Dasar 1945 dalam Pasal 30 Ayat (1) menyebutkan tentang hak dan kewajiban tiap
warga negara ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara. Ayat (2)
menyebutkan usaha pertahanan dan keamanan rakyat, Ayat (3) menyebutkan tugas
TNI sebagai "mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan
kedaulatan negara". Ayat (4) menyebut tugas Polri sebagai
"melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum".
Ayat (5) menggariskan, susunan dan kedudukan, hubungan kewenangan TNI dan Polri
dalam menjalankan tugas, serta hal-hal lain yang terkait dengan pertahanan dan
keamanan, diatur dengan undang-undang (UU). Dari pembacaan Pasal 30 secara utuh
dapat disimpulkan, meski TNI dan Polri berbeda dalam struktur organisasi, namun
dalam menjalankan tugas dan fungsi masing-masing keduanya bekerja sama dan
saling mendukung dalam suatu "sistem pertahanan dan keamanan rakyat
semesta". Pengaturan tentang sinkronisasi tugas pertahanan negara (hanneg)
dan keamanan negara (kamneg) itulah yang seyogianya ditata ulang melalui
undang-undang yang membangun adanya "ke-sistem-an" yang baik dan
benar.
Tanggal
8 Januari Tahun 2002 DPR melahirkan UU No 2 dan UU No 3 Tahun 2002,
masing-masing tentang Polri dan tentang Hanneg, hasil dari Ketetapan MPR No VI
dan VII Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri . Pada 18 Agustus 2000
Komisi Konstitusi meresmikan Amandemen Kedua UUD 1945 yang menghasilkan Ayat
(2) Pasal 30 UUD 1945 dengan rumusan sistem "han" dan "kam"
serta "ra" dan "ta" . Pada Agustus 2003 Ketetapan I MPR
Tahun 2003 menggugurkan Ketetapan VI dan VII MPR Tahun 2000 setelah ada
perundang-undangan yang mengatur Polri dan tentang Hanneg. Pertengahan Oktober
2004 DPR meluluskan UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI.
Dengan
demikian, pada awal Maret 2005 telah ada UU tentang Hanneg, UU tentang Polri,
dan UU tentang TNI. Namun, hingga kini belum ada UU tentang "Keamanan
Negara" guna merangkai "Kamneg" dalam satu sistem dengan
"Hannneg" (kata "dan" antara "han" dan
"kam" untuk membedakan dan memisahkan organisasi TNI dari Polri).
Sayang, UU tentang Polri, UU tentang Hanneg, dan UU tentang TNI sama sekali
tidak menyebut "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta"
sebagai landasan pokok pemikiran bahwa ada kaitan sinergis antara fungsi
"pertahanan negara" dan "keamanan negara".
Oleh
karena itu, apabila kita konsisten dengan amanat Pasal 30 Ayat (2), yaitu
membangun sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta, perlu disiapkan UU
tentang Pertahanan dan Keamanan Negara yang lebih bermuatan semangat dan
kinerja "sishankamrata". Bila penyebutan pertahanan negara (hanneg)
dan keamanan negara (kamneg) dipilih sebagai peristilahan baku, dari logikanya
seharusnya ada UU Keamanan Negara yang mewadahi UU Polri. Sebagaimana
pasal-pasal dalam UU Hanneg menyebut, pertahanan negara bukan sekadar mengurus
tentang TNI, maka UU Kamneg perlu menegaskan, keamanan negara bukan sekadar
tugas dan wewenang Polri. Penjelasan UU tentang TNI menyebutkan, "di masa
mendatang TNI akan berada dalam Departemen Pertahanan (Dephan)", suatu
pengukuhan konsep dan praktik supremasi sipil serta efisiensi kebijakan,
strategi, dan penggunaan kekuatan TNI. UU Polri pun perlu "ditemani"
UU Kamneg yang kelak mengintegrasikan Polri ke dalam suatu institusi sipil
(misalnya, Departemen Dalam Negeri) sebagaimana Dephan kelak menjadi instansi
yang mengintegrasikan TNI di dalamnya.
Dephan menyiapkan naskah
akademik melalui undang-undang yang
1) Mencerminkan
adanya "kesisteman" antara pertahanan negara dan keamanan negara;
2) Mengandung
adanya semangat kerja sama TNI dan Polri dalam departemen dengan otoritas sipil
yang berbeda; dan
3) Membina
kerja sama, baik antara fungsi TNI dan fungsi Polri di lapangan; diharapkan
"merapikan" dan "menyelaraskan" pasal-pasal yang ada dalam
UU tentang Polri, UU tentang Hanneg serta UU tentang TNI.
Pasal 30 UUD 1945 menerangkan
bahwa, pertahanan negara tidak sekadar pengaturan tentang TNI dan bahwa
keamanan negara tidak sekadar pengaturan tentang Polri. Pertahanan negara dan
keamanan negara perlu dijiwai semangat Ayat (2) tentang "sistem pertahanan
dan keamanan rakyat semesta". Makna dari bunyi Ayat (5), “yang terkait
pertahanan dan keamanan negara, diatur dengan undang-undang" adalah bahwa
RUU, UU, dan Peraturan Pemerintah lain seperti RUU Intelijen, UU tentang
Keimigrasian, UU tentang Kebebasan Informasi, UU Hubungan Luar Negeri, RUU
tentang Rahasia Negara, UU tentang Otonomi Daerah, dan hal-hal lain yang
terkait pertahanan dan keamanan negara perlu terjalin dalam semangat
kebersamaan "sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta".
Setelah melantik Kabinet
Indonesia Bersatu 21 Oktober 2004, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
menggariskan bahwa sebagai seorang "konstitusionalis" ia bertekad
agar hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan negara taat pada ketentuan
UUD 1945.
Sejalan
dengan tekad itu, perluasan dan pendalaman sekitar makna Pasal 30 UUD 1945
adalah salah satu tugas menteri pertahanan. Berdasarkan Undang-Undang Dasar
1945 pada pasal 30 tertulis bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib
ikut serta dalam usaha pembelaan negara." dan " Syarat-syarat tentang
pembelaan diatur dengan undang-undang." Jadi sudah pasti mau tidak mau
kita wajib ikut serta dalam membela negara dari segala macam ancaman, gangguan,
tantangan dan hambatan baik yang datang dari luar maupun dari dalam.
Beberapa
dasar hukum dan peraturan tentang Wajib Bela Negara :
1.Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan
1.Tap MPR No.VI Tahun 1973 tentang konsep Wawasan Nusantara dan Keamanan
Nasional.
2.Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3.Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah
2.Undang-Undang No.29 tahun 1954 tentang Pokok-Pokok Perlawanan Rakyat.
3.Undang-Undang No.20 tahun 1982 tentang Ketentuan Pokok Hankam Negara RI. Diubah
oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1988.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
4. Tap MPR No.VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dengan POLRI.
5. Tap MPR No.VII Tahun 2000 tentang Peranan TNI dan POLRI.
6. Amandemen UUD '45 Pasal 30 dan pasal 27 ayat 3.
7. Undang-Undang No.3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
Dengan hak dan kewajiban yang sama setiap orang Indonesia tanpa harus dikomando dapat berperan aktif dalam melaksanakan bela negara. Membela negara tidak harus dalam wujud perang tetapi bisa diwujudkan dengan cara lain seperti :
1. Ikut serta dalam mengamankan lingkungan sekitar (seperti siskamling)
2. Ikut serta membantu korban bencana di dalam negeri
3. Belajar dengan tekun pelajaran atau mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan atau PKn
4. Mengikuti kegiatan ekstraklurikuler seperti Paskibra, PMR dan Pramuka.
Sebagai warga negara yang baik sudah sepantasnya kita turut serta dalam bela negara dengan mewaspadai dan mengatasi berbagai macam ATHG / ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan pada NKRI / Negara Kesatuan Republik Indonesia seperti para pahlawan yang rela berkorban demi kedaulatan dan kesatuan NKRI.
Beberapa jenis / macam ancaman dan gangguan pertahanan dan keamanan negara :
1. Terorisme Internasional dan Nasional.
2. Aksi kekerasan yang berbau SARA.
3. Pelanggaran wilayah negara baik di darat, laut, udara dan luar angkasa.
4. Gerakan separatis pemisahan diri membuat negara baru.
5. Kejahatan dan gangguan lintas negara.
6. Pengrusakan lingkungan.
b.
Jawablah pertanyaan berikut: Dalam bentuk tulisan bebas dengan judul sesuai
pertanyaan
1) Jelaskan tujuan pendidikan nasional
2) Jelaskan pengertian bela negara dalam
kontek kehidupan berbangsa dan bernegara.
3) Jelaskan tujuan pendidikan
kewarganegaraan diberikan di perguruan tinggi.
4) Jelaskan kompeten yang diharapkan dari
pendidikan kewarganegaraan
5) Jelaskan pengertian pendidikan kewiraan.
Jawab
:
1)
Tujuan pendidikan nasional adalah untuk
meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,berbudi luhur, berdisiplin, beretos
kerja, proffesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan
rohani
2)
Bela negara adalah tekad dan tindakan
warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan berlanjut yang dilandasi
oleh kecintaan pada tanah air, kesadaran berbangsa dan bernegara Indonesia
serta keyakinan dan kesaktian Pancasila sebagai ideologi negara dan rela
berkorbanguna meniadakan setiap ancaman baik dari luar maupun dari dalam negeri
yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan
bangsa, keutuhan wilayah yuridis nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan
Undang-undang dasar 1945.
3)
Tujuan pendidikan kewarganegaraan
diberikan di perguruan tinggi adalah agar mahasiswa memiliki wawasan kesadaran
bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap, dan perilaku
sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila. Semua itu
diperlukan demi tetap utuh dan tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4)
Kompetensi yang diharapkan:
Ø Kompetensi
diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas, penuh rasa tanggung jawab yang
harus dimiliki oleh sesorangagar ia mampu melaksanakan tugas-tugas dalam bidang
pekerjaan tertentu.
Ø Kompetensi
lulusan pendidikan kewaraganegaraan adalah seperangkat tindakana cerdas, penuh
rasa tanggung jawab dari seseorang warga negara dalam hubungan dengan negara,
dan memecahkan berbagai masalah hidup bermasayarakat, berbangsa, dan bernegara
dengan menerapkan konsepsi falsafah bangsa, wawasan Nusantara, dan Ketahanan
nasional.
Ø Sifat
cerdas yang dimaksud tersebut tampak pada kemahiran, ketepatan, dan
keberhasilan tindakan , sedangkan sifat tanggung jawab tampak pada kebenaran
tindakan, diyilik dari nilai ilmu pengetahuan dan teknlogi, etika maupun
kepatutan ajaran agama dan budaya.
Ø Pendidikan
kewarganegaraan yang berhasil akan menumbuhkan sikap mental yang cerdas, penuh
rasa tanggung jawab dari peserta didik. Sikap ini disertai dengan perilaku yang
:
1)
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa.
2)
Berbudi pekerti luhur, berdisiplin dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3)
Rasional, dinamis, dan sadar akan hak
dan kewajiban sebagai warga negara.
4)
Bersifat professional, yang dijiwai oleh
kesadaran bela negara.
5)
Aktif memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa, dan negara.
5) Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di setiap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan wajib memuat terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan. Kep. Mendikbud No. 056/U/1994 tentang Pedoman
Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa
menetapkan bahwa “Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan
Kewarganegaraan termasuk dalam Mata Kuliah Umum (MKU) dan wajib diberikan dalam
kurikulum setiap program studi”. Dengan penyempurnaan kurikulum tahun 2000,
menurut Kep. Dirjen dikti No. 267/Dikti/2000 materi Pendidikan Kewiraan
disamping membahas tentang PPBN juga dimembahas tentang hubungan antara warga
negara dengan negara. Sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan
Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang
hubungan warga negara dengan negara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).